Parlemen Myanmar Klarifikasi Konflik Rohingya dalam Sidang Umum AIPA
Delegasi Indonesia menyampaikan apresiasi atas penjelasan yang dilakukan Ketua Delegasi Parlemen Myanmar dalam konflik yang melibatkan etnis muslim Rohingya. Langkah itu menunjukkan parlemen Myanmar memahami betul rakyat Indonesia sangat peduli terhadap nasib yang menimpa suku Rahingya.
“Sebenarnya tidak ada keharusan bagi Myanmar untuk menyampaikan klarifikasi dalam forum ini tetapi pilihan itu menunjukkan mereka memahami kita dan kita berikan apresiasi,” kata Wakil Ketua BKSAP DPR RI, Hayono Isman disela-sela pelaksanaan Sidang Umum ke-33 AIPA di Lombok, NTB, Selasa (18/9/12).
Ia menambahkan dalam tahap ini tidak ada pilihan lain bagi delegasi Indonesia selain menerima penjelasan yang disampaikan. Apabila kemudian ditemukan ada fakta baru yang berbeda dari penjelasan parlemen Myanmar barulah delegasi Indonesia meminta konfirmasi lanjutan. “Ditahap ini kita harus percaya kepada informasi yang disampaikan oleh delegasi Myanmar sampai nanti ada input lain dari sumber yang dapat dipercaya mengatakan lain lagi,” tekan Hayano.
Sebelumnya Ketua Delegasi Myanmar Nyunt Tin dalam pidatonya memaparkan konflik yang terjadi di negara bagian Rahin bermula ketika 3 pemuda muslim melakukan kejahatan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap seorang perempuan etnis Rachin. Kasus ini memicu kemarahan etnis Rahin yang mayoritas beragama Budha.
“Orang-orang Rahin membalas dendam dengan menyerang satu bus yang mengakibatkan kematian 10 warga muslim. Setelah itu muncul kekerasan yang terjadi antara orang Rahin dan Bengalis yang saling menyerang mengakibatkan kerugian jiwa dan hak milik. Pemerintah langsung mengambil tindakan mengumumkan keadaan darurat untuk mencegah adanya bentrokan antara kelompok masyarakat tersebut,” lanjutnya
Dalam sidang yang dipimpin Presiden AIPA, Marzuki Alie itu, delegasi Myanmar menyayangkan telah muncul pemberitaan di media yang berbeda dari fakta sebenarnya. “Di internet dan media lain kerugian dan angka korban meninggal dibesar-besarkan, mereka mengatakan ribuan orang meninggal, sebenarnya hanya 90 orang.” Pemerintah Myanmar lanjutnya menemukan rekayasa foto yang banyak muncul di media seakan-akan yang terlibat konflik adalah pendeta Myanmar padahal foto diambil di Tibet.
Saat ini pemerintah federal Myanmar dan pemerintahan di Rahin telah mengotrol situasi tanpa diskriminasi ras. Langkah selanjutnya pemerintah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi di lokasi konflik. Ia menekankan konflik Rahin ini bukanlah merupakan masalah agama. “Ini adalah kekerasan diantara dua kelompok yang memiliki asal yang berbeda dan agama berbeda,” kata dia. (iky)/foto:iwan armanias/parle.